GEMA, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Korps Pegawai RI (Korpri) Zudan
Arif Fakrullah mengungkapkan tidak ada kepanikan atau ketakutan dari 4,4
juta Aparat Sipil Nasional (ASN) akan rencana rasionalisasi satu juta
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sempat dikemukakan pemerintah pusat.
Sebaliknya, secara tidak langsung, diungkapkan Zudan sebagian PNS merasa tertarik dengan adanya program rasionalisasi atau pensiun dini yang ditawarkan pemerintah dengan niat menata kelembagaan dan kepegawaian akibat desakan perekonomian yang melemah.
"Tidak (ada ketakutan akan rasionalisasi). Kalau orang minta pensiun ditanya pesangonnya berapa? Kalau besar bisa jadi pensiun. Jadi, jangan dipandang misalnya proses untuk pensiun dini selalu negatif bisa jadi banyak yang berminat," kata Zudan usai bertemu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), Selasa (12/7).
Bahkan, Zudan mengatakan banyak PNS dengan kinerja baik tertarik untuk mengikuti program pensiun dini tersebut. Hanya saja, tidak semua akan dikabulkan karena persoalan utama dari tidak efisiennya PNS adalah masalah distribusi.
"Yang bagus-bagus malah tertarik karena dia bisa buka peluang di tempat lain. Tapi, ini harus kita sikapi dengan bijaksana karena PNS kita ini tersebar di seluruh Indonesia," ungkap Zudan.
Lebih lanjut, Zudan mengatakan bahwa Korpri mendukung penuh rencana pemerintah melakukan rasionalisasi terhadap PNS dan membatasi rekrutmen baru untuk menggantikan posisi yang pensiun.
"Kita usulannya sama dengan Pak Wapres dan Pak Presiden. Kita alamiah, misalnya pensiun 500.000 diangkat 100.000 jadi berkurang terus. Pengurangannya secara alami jadi tidak dipotong di tengah jalan, pensiun dini misalnya kurang bagus. Istilahnya yang pensiun 500.000 yang diangkat 100.000. Itu bisa minus, sampai nanti ketemu PNS ideal," kata Zudan.
Tetapi, ditegaskan Zudan, permasalahan terkait kinerja PNS tidak hanya jumlah namun juga masalah distribusi terutama ke daerah.
Rasionalisasi satu juta PNS pertama kali dikemukakan oleh Menteri Pendagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Yuddy Chrisnandi. Diharapkan rasionalisasi menjadi solusi atas masalah pengeluaran belanja pegawai yang jumlahnya cukup besar, yaitu 33,8 persen dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau di atas 60 persen di sekitar 294 Kabupaten/Kota. Dengan perhitungan, pengeluaran belanja pegawai pusat akan di bawah 30 persen.
Dengan asumsi pengeluaran belanja pegawai di pemerintah pusat harus di bawah 30 persen, pemerintah provinsi 35-40 persen, dan pemda kabupaten/kota tidak boleh lebih dari 50 persen, maka yang dikurangi (PNS) 20-25 persen. Dengan simulasi 4,5 juta pegawai yang ada, diperkirakan 33,8 persen belanja rutinnya. Lalu, akan dikurangi satu juta orang, berarti kurang lebih 25 persen akan berkurang. Hampir Rp 720 triliun (serapan belanja pegawai) dikurangi sekitar 25 persen.
Namun, diungkapkan Yuddy, untuk merealisasikannya akan ada empat kuadran atau pengelompokan. Kuadran pertama berisi PNS yang akan dipertahankan, yaitu yang produktif dan kompeten. Kuadran kedua, mereka yang akan dinilai ulang karena tidak produktif tapi kompeten, sehingga mungkin salah tempat.
Kuadran ketiga, berisi PNS yang produktif tapi tidak kompeten, sehingga harus disekolahkan atau mengikuti program sertifikasi secara berkesinambungan. Kuadran keempat, adalah mereka yang akan dirasionalisasi karena dinilai tidak produktif dan tidak kompeten. Serta kerap membuat masalah malas dan tidak disiplin.
Hanya saja, diungkapkan Yuddy bahwa Wapres Jusuf Kalla meminta perhitungan tersebut dikaji ulang bersama Kementerian Keuangan untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat. Demikian juga, wacana pengurangan PNS diminta untuk dikaji lebih lanjut agar tidak menimbulkan guncangan di pemerintahan.
Tetapi, pertengahan tahun 2016, belum terlihat realisasi dari rencana rasionalisasi satu juta PNS tersebut.
- Sumber : beritasatu.com
Sebaliknya, secara tidak langsung, diungkapkan Zudan sebagian PNS merasa tertarik dengan adanya program rasionalisasi atau pensiun dini yang ditawarkan pemerintah dengan niat menata kelembagaan dan kepegawaian akibat desakan perekonomian yang melemah.
"Tidak (ada ketakutan akan rasionalisasi). Kalau orang minta pensiun ditanya pesangonnya berapa? Kalau besar bisa jadi pensiun. Jadi, jangan dipandang misalnya proses untuk pensiun dini selalu negatif bisa jadi banyak yang berminat," kata Zudan usai bertemu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), Selasa (12/7).
Bahkan, Zudan mengatakan banyak PNS dengan kinerja baik tertarik untuk mengikuti program pensiun dini tersebut. Hanya saja, tidak semua akan dikabulkan karena persoalan utama dari tidak efisiennya PNS adalah masalah distribusi.
"Yang bagus-bagus malah tertarik karena dia bisa buka peluang di tempat lain. Tapi, ini harus kita sikapi dengan bijaksana karena PNS kita ini tersebar di seluruh Indonesia," ungkap Zudan.
Lebih lanjut, Zudan mengatakan bahwa Korpri mendukung penuh rencana pemerintah melakukan rasionalisasi terhadap PNS dan membatasi rekrutmen baru untuk menggantikan posisi yang pensiun.
"Kita usulannya sama dengan Pak Wapres dan Pak Presiden. Kita alamiah, misalnya pensiun 500.000 diangkat 100.000 jadi berkurang terus. Pengurangannya secara alami jadi tidak dipotong di tengah jalan, pensiun dini misalnya kurang bagus. Istilahnya yang pensiun 500.000 yang diangkat 100.000. Itu bisa minus, sampai nanti ketemu PNS ideal," kata Zudan.
Tetapi, ditegaskan Zudan, permasalahan terkait kinerja PNS tidak hanya jumlah namun juga masalah distribusi terutama ke daerah.
Rasionalisasi satu juta PNS pertama kali dikemukakan oleh Menteri Pendagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Yuddy Chrisnandi. Diharapkan rasionalisasi menjadi solusi atas masalah pengeluaran belanja pegawai yang jumlahnya cukup besar, yaitu 33,8 persen dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau di atas 60 persen di sekitar 294 Kabupaten/Kota. Dengan perhitungan, pengeluaran belanja pegawai pusat akan di bawah 30 persen.
Dengan asumsi pengeluaran belanja pegawai di pemerintah pusat harus di bawah 30 persen, pemerintah provinsi 35-40 persen, dan pemda kabupaten/kota tidak boleh lebih dari 50 persen, maka yang dikurangi (PNS) 20-25 persen. Dengan simulasi 4,5 juta pegawai yang ada, diperkirakan 33,8 persen belanja rutinnya. Lalu, akan dikurangi satu juta orang, berarti kurang lebih 25 persen akan berkurang. Hampir Rp 720 triliun (serapan belanja pegawai) dikurangi sekitar 25 persen.
Namun, diungkapkan Yuddy, untuk merealisasikannya akan ada empat kuadran atau pengelompokan. Kuadran pertama berisi PNS yang akan dipertahankan, yaitu yang produktif dan kompeten. Kuadran kedua, mereka yang akan dinilai ulang karena tidak produktif tapi kompeten, sehingga mungkin salah tempat.
Kuadran ketiga, berisi PNS yang produktif tapi tidak kompeten, sehingga harus disekolahkan atau mengikuti program sertifikasi secara berkesinambungan. Kuadran keempat, adalah mereka yang akan dirasionalisasi karena dinilai tidak produktif dan tidak kompeten. Serta kerap membuat masalah malas dan tidak disiplin.
Hanya saja, diungkapkan Yuddy bahwa Wapres Jusuf Kalla meminta perhitungan tersebut dikaji ulang bersama Kementerian Keuangan untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat. Demikian juga, wacana pengurangan PNS diminta untuk dikaji lebih lanjut agar tidak menimbulkan guncangan di pemerintahan.
Tetapi, pertengahan tahun 2016, belum terlihat realisasi dari rencana rasionalisasi satu juta PNS tersebut.
- Sumber : beritasatu.com